Laki laki separuh baya sama seprti orang pada umumnya, namun jika di lihat dari fisiknya , dia seperti seorang anak yang masih berusia 10 tahun, hanya saja wajahnya yang tidak bisa menyembunyikan usianya yang saat ini sudah 40 tahun. Namanya Fihiruddin, dia terlahir di Dasan Lekong, Kec.Sukamulia, Lombk timur.
Laki laki yang pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Teknik Mesin di Universitas Mataram, walau tak tuntas ini aktif di dunia seni baik itu seni teater maupun yang lainnya. Ini tentu sangat jauh dengan latar belakang mata kuliah yang pernah dia geluti. Hal ini terjadi karena saat praktik permesinan ia merasa kesulitan sebab obeng dan baut tak sebanding ukuran badan, karena tinggi postur tubuhnya yang semampai, alias semeter tak sampai. Hal inilah juga yang membuat dirinya memutuskan untuk DO dari kuliahnya.
Di samping berkegiatan di dunia seni, dia juga aktif di bidang literasi yaitu penulis yang aktif. Yang dia tulis masih di bidang seni seperti naskah drama dan teater. Dia juga sering terjun di dunia seni peran, tentunya di seni peran di teater dan drama.
Dia juga aktif sebagai penggerak difabel, penulis juga termasuk seorang difabel penyandang Achondroplasia atau berbadan kecil.
Laki laki yang sudah kenyang dengan pahit manisnya menjalani kehidupan ini terus berkarya, sebab ia berperinsip “nyamuk kecil saja tetap optimis mencari rizkinya, meski sekali tepuk nyawa adalah taruhannya, apalagi kita sebagai manusia”.
Salah satu Puisi Karya Fihiruddin
BELAJAR DARI DISABEL
Darimu yang tuna netra,
kubelajar melihat semesta,
dari sudut gelap kutemukan cahaya,
memandang segala warna dengan rasa,
mengenali dunia lewat perantaraan suara.
Darimu saudaraku yang “tuli”,
kubelajar mendengar bahasa sunyi,
mendengar melodi lewat hati,
menyimak irama lagu tanpa bunyi,
mencoba bernyanyi dengan nada sepi,
berkomunikasi hanya lewat tarian jari.
Darimu yang duduk di kursi roda,
yang tegap berdiri dengan tongkat penyangga,
yang tegak berlari dengan kaki dari besi baja,
darimu aku belajar untuk tidak diam seperti arca,
tetap optimis berlari menggapai asa,
tanpa kenal rasa putus asa.
Darimu yang disabel mental,
aku belajar bahagia secara total,
belajar selalu tersenyum hadapi segala dera dan aral.
Pada senyum kepolosan mereka yang hydrosipalus
dan mereka yang berkebutuhan khusus,
kutemukan keikhlasan yang begitu tulus,
keluguan yang teramat mulus.
Pada mereka semua aku temukan makna kekayaan hati, meski jasad miskin harta,
tetapi jiwa tetap kaya raya,
dengan rasa “nerimo” apa adanya.
Terimakasih saudara-saudariku,
karena telah mengajariku cara bersyukur,
memahamkanku bahasa alam yang jujur.
SELAMAT HARI DISABEL INTERNASIONAL
Bali, 3 Desember 2016.