Penulis : Lalu Wisnu Pradipta
Jumaat, 3 Disember 2021
Pendiri/Ketua Lombok Independent Disability Indonesia
Undang Undang Dasar 45 BAB XIV pasal 34 mengatakan Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Walau dalam pasal ini tidak di sebut langsung berkaitan difabel/Disabilitas, namun dalam latar belakang UU Disabilitas No 8 tahun 2016 jelas menyebutkan Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kelangsungan hidup setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas yang mempunyai kedudukan hukum dan mempunyai hak asasi manusia. . yang sama sebagai Warga Negara Indonesia dan sebagai bahagian yang tidak dipisahkan daripada warga negara dan masyarakat Indonesia merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, untuk hidup maju dan berkembang secara adil dan bermartabat.
Tetapi sudahkah dalam praketknya di tengah tengah masyarakat kita masa ini apa yang tertulis dalam UU itu berjalan dengan baik ? pertanyaan ini terus menjadi pertanyaan yang klise dalam setiap momentum hari kecacatan antarabangsa yang jatuh pada tarikh 3 Disember setiap tahunnya.
Di balik kemeriahan hari ketidakupayaan antarabangsa ini, masih banyak saudara kita yang duduk termenung memikirkan nasip hidupnya kedepan. Masih banyak adik adik kita yang belum boleh mengakses pendidikan, kemandirian bahkan hak hak mereka sebagai warga negara yang ditanggung oleh negara seperti yang tertuang dalam semua UU di negara ini.
Pemerintah dalam hal ini kementrian sosial ( Di Daerah Dinas Sosial ) bahkan instansi yang lain sudah berusaha untuk melakukan hal yang terbaik dalam rangka pemenuhan hak hidup untuk difabel. Namun yang kita jumpai dan kita rasakan kerana kecacatan tidak pernah kunjung selesai.
Dalam hal yang paling dasar sahaja seperti pendataan difabel masih dari harapan yang kita inginkan. Jikalau ada pendataan difabel oleh kementriann, data data ini sangat sukar untuk kita akses sehingga pendampingan, pelayanan DLL masih sangat sukar dilakukan oleh lembaga lembaga yang bergerak khusus untuk difabel.
Dalam pelayanan kemandirian, pemerintah melalui beberapa panti rehabilitas yang tersebar di berbagai wilayah bisa mendidik ribuan difabel dalam setahun, namun setelah itu para difabel kembali dan kembali menjadi dirinya sendiri tanpa bisa hidup mandiri walau sudah di bekali oleh bergai bidang ilmu yang mereka pelajari selama berada di panti. Lalu apakah yang salah dalam penanganan difabel untuk kemandirian mereka ini ? hal ini yang perlu kita cermati bersama untuk mencari jalan keluarnya.
Pemerintah daerah dalam dalam hal ini yaitu Dinas Sosial Peovinsi harus bisa menempatkan diri sebagai Leader yang bisa merangkul semua komunitas dan memberi kesempatan kepada mereka untuk berkontribusi memberikan masukan dan pendampingan terhadap pokok masalah yang di hadapi oleh difabel itu sendiri. Jangan hanya merangkul segelintir lembaga yang hanya di jadikan sebagai sarana supaya Nampak bahwa mereka ( Dinas Sisial ) Care dengan difabel.
Kita akui saat ini banyak yang sudah di lakukan oleh pemerintah daerah, namun kebanyak dari itu hanya sekedar serimonial supaya kelihatan sudah bergerak. Pernahkan mereka menelusuri saudara saudara kita yang tidak tersentuh sama sekali ? sepertinya hal ini harus kita tekankan supaya pelayanan itu tidak hanya di permukaan saja dan itupun yang di layani yang itu dan itu saja.
Dalam momentum hari disability international ini, semoga kehidupan para difabel semakin baik dan semakin terjamin di negeri yang gemah ripah loh jinawi ini.
Semoga !!!!!