Karina adalah seorang penyandang disabilitas Psikososial yang menjadi undangan peserta dalam kegiatan Program Dignity di desa Selebung Ketangga. Sebelum mengikuti program ini, Karina merasa terpinggirkan dan cendrung menyendiri yang hanya melihat dirinya sebagai penerima bantuan. Setiap kali ada undangan acara formal, ia berharap mendapatkan uang sebagai bentuk bantuan tanpa berpikir untuk berkontribusi lebih jauh.

Namun, segalanya mulai berubah ketika Karina terlibat dalam berbagai kegiatan yang diadakan oleh Program Dignity. Pandangan dan keyakinannya terhadap diri sendiri perlahan-lahan mengalami transformasi. Salah satu momen penting dalam perjalanannya adalah ketika ia diberi kesempatan untuk berbicara di depan kelompok dalam sebuah diskusi terfokus (FGD) pada Musyawarah Nasional (Munas) Perempuan tentang perlindungan perempuan dan pencegahan pernikahan anak. Dukungan dan apresiasi yang diterimanya dari sesama peserta dan fasilitator program membuat Karina merasa bersyukur dan mampu memberikan kontribusi nyata. Meski baru pertama kali berbicara di depan banyak orang, Karina mampu tampil dengan baik dan penuh percaya diri.

Kepercayaan diri Karina terus tumbuh seiring berjalannya waktu. Ia tidak hanya berhenti pada satu presentasi tersebut, namun juga ikut menghadiri Munas Perempuan yang baru-baru ini diadakan di Bali. Pengalaman ini memperkaya wawasan dan memperkuat keyakinannya bahwa ia mampu berperan lebih dari sekedar penerima bantuan.

Karina kemudian mulai aktif terlibat dalam kepengurusan Self-Help Group (SHG) Sopok Angen di desa Selebung Ketangga sebagai Bendahara. Peran barunya ini memberikan tanggung jawab dan kesempatan untuk berkontribusi lebih besar dalam komunitasnya. Ia tidak lagi memandang dirinya sebagai beban, namun sebagai kontributor yang berharga.

Perubahan sikap dan keterlibatan aktif Karina tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri, tetapi juga pada pandangan masyarakat sekitar. Melihat perubahan Karina, masyarakat mulai membuka mata terhadap potensi individu penyandang disabilitas. Pemerintah daerah yang awalnya ragu untuk melibatkan penyandang disabilitas dalam program-program mereka, kini melihat betapa pentingnya inklusivitas. Dukungan dari pemerintah mulai berdatangan, termasuk kebijakan yang lebih ramah disabilitas dan pelibatan aktif mereka dalam perencanaan program.

Inspirasi yang dibawa oleh Karina juga menjalar kepada individu penyandang disabilitas lainnya. Mereka mulai memahami bahwa mereka memiliki potensi besar yang dapat dikembangkan. Perlahan-lahan, stigma terhadap disabilitas berkurang, digantikan oleh sikap penerimaan dan penghargaan terhadap kemampuan mereka.

Dengan dukungan berkelanjutan dari masyarakat dan pemerintah, perubahan ini terus berkembang. Lingkungan yang lebih inklusif dan memberdayakan bagi semua mulai terbentuk, menciptakan harapan baru bagi individu dengan disabilitas untuk berpartisipasi aktif dan memberikan kontribusi nyata dalam komunitas mereka. Kisah Karina menjadi bukti nyata bahwa dengan kesempatan dan dukungan yang tepat, setiap individu memiliki kemampuan untuk mengubah dan menginspirasi perubahan positif di sekitarnya. ( Muktihadi )